WORKSHOP “MENGEMBALIKAN KONSTITUSIONALITAS UU KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA”

by -149 Views

Bandung, 19-20 September 2019

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada Alinea ke-4 secara tegas memberikan pedoman bahwa dalam pembentukkan dan pengelolaan negara harus ditujukan dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Secara lebih khusus jaminan atas Perlindungan terhadap pekerja diamanatkan dalam batang tubuh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 27 ayat (2) yang menyebutkan “ Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan layak bagi kemanusiaan”.

Sejatinya kehadiran Undang-Undang Ketenagakerjaan dimanapun tidak lain adalah untuk melindungi pekerja sebagai pihak yang lebih lemah kedudukan ekonomi sosialnya.

Pun juga dalam penetapan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Secara filosofis dibuat untuk melindungi kepentingan pekerja yang berada pada posisi lemah.

Wacana revisi Undang – Undang No 13/2003 kembali digulirkan oleh pemerintah. Melalui Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menyampaikan bahwa relasi perekonomian dunia kini menginginkan pasar tenaga kerja yang lebih fleksibel. Ia bahkan menyebut aturan ketenagakerjaan saat ini bak ‘kanebo kering’ yang tak hanya memberatkan dunia usaha, melainkan juga tak baik bagi iklim tenaga kerja di Indonesia.

Disisi lain, APINDO menyatakan dan mendorong revisi Undang – Undang ini dibutuhkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak. Sebagian pihak mengatakan pasca judicial review yang dilakukan Mahkamah Konstitusi terhadap sebagian pasal Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 telah menjadikan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sebagai Undang-Undang yang sudah “terkoyak-koyak”, dengan kata lain sudah tidak utuh lagi.

Jika dilihat hanya sebatas banyaknya UU 13 Tahun 2003 diuji materi di MK memang betul UU 13 Tahun 2003 termasuk ke dalam 10 UU yang sering diuji di MK, setidaknya Undang-Undang Ketenagakerjaan ini sudah 33 kali diajukan sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2018.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 bahkan juga termasuk dalam 5 UU yang terbanyak dikabulkan dan dikabulkan sebagian oleh MK. Pertama, UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana sebanyak 12 pengujian yang dikabulkan dan dikabulkan sebagian. Kedua, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebanyak 12 pengujian yang dikabulkan dan dikabulkan sebagian. Ketiga, UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD sebanyak 12 pengujian yang dikabulkan dan dikabulkan sebagian.

Akan tetapi jika dianalisa lebih jauh mengenai berbagai putusan MK terhadap UU 13 Tahun 2003 tersebut terdapat benang merah yang sangat jelas bahwa putusan MK sejatinya merupakan penguatan terhadap perlindungan bagi pekerja dan penegakan hak asasi manusia yang menjadi semangat sebagai latar belakang pembentukan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Secara filosofis, lahirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah untuk melindungi tenaga kerja yang berada pada posisi lemah. Sehingga dengan adanya Undang-Undang ini akan memberikan perlindungan akan hak dan kewajiban yang sama antara buruh dengan majikan. Hal ini dapat dilihat dalam Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh Pemerintah melalui Presiden Abdurrahman Wahid saat itu,
yang bahkan Nomenklatur Judul Undang-Undang yang diajukan adalah Undang-Undang Pembinaan dan Perlindungan Ketenagakerjaan. Secara subtantif isi RUU yang diajukan memang sangat terlihat bentuk perlindungan terhadap pekerja.

Pertanyaan besarnya adalah apakah revisi Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang akan dilakukan telah memasukan tinjauan perlindungan bagi para pekerja? atau akan membawa kerugian bagi para pekerja? Sebelumnya Keluarga besar SP KEP SPSI Bersama-sama Serikat Pekerja lain yang tergabung dalam aliansi GEKANAS telah melakukan aksi TOLAK REVISI UU 13/2003 pada tanggal 21 Agustus 2019 karena indikasi yang muncul revisi yang dilakukan lebih merugikan pekerja. Dalam aksi tersebut para Presidium GEKANAS menyampaikan PETISI 21 AGUSTUS 2019 Kepada Presiden R.I.

Sementara itu di tingkat Provinsi Jawa Barat, Pimpinan Daerah FSP KEP SPSI Provinsi Jawa Barat Bersama 4 Federasi SPA SPSI lainnya telah melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) untuk melakukan Kajian mengenai Revisi Undang-Undang No.13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan akan melakukan kegiatan aksi unjuk rasa penolakan revisi Undang-Undang No.13 Tahun 2003 pada 4 September 2019.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dalam rangka melaksanakan enam agenda penguatan SPKEP SPSI terutama penguatan Sumber Daya Manusia, PD FSP KEP SPSI berinisiatif melaksanakan Workshop dengan tema “MENGEMBALIKAN KONSTITUSIONALITAS UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA” untuk menambah khasanah dan pemahaman PUK, PC dan PD FSP KEP SPSI Se-Indonesia serta keluarga besar aliansi GEKANAS mengenai Hakikat Undang-Undang Ketenagakerjaan, Tinjauan mengenai Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan sikap terhadap rencana revisi yang akan dilakukan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *