Oleh: Bhima Yudhistira Adhinegara
Peneliti INDEF
Perdebatan soal penetapan upah minimum tetap menjadi pokok bahasan yang hangat. Pemerintah menginginkan per 1 November mendatang penetapan kenaikan upah berdasarkan PP No. 78/2015 dilaksanakan secara serentak diseluruh daerah. Menurut PP No.78 formulasi kenaikan upah berdasarkan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Inflasi mencerminkan daya beli sedangkan pertumbuhan ekonomi jadi cerminan produktivitas nasional.
Berdasarkan formulasi PP 78, maka kenaikan rata-rata upah minimum ditetapkan sebesar 8,25% secara nasional. Pro kontra muncul lantaran PP 78 ini bertentangan dengan tuntutan buruh bahwa kenaikan upah dinilai terlalu kecil. Sayangnya perdebatan besar kecilnya kenaikan upah lebih banyak diwarnai perang kepentingan jangka pendek antara pengusaha dan buruh. Potret kebijakan upah minimum yang lebih komprehensif seakan lupa dibahas.
Sementara itu kondisi perekonomian di tahun 2017 diprediksi akan mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari asumsi makro pertumbuhan ekonomi versi Pemerintah yang dipatok 5,1% lebih rendah dari rencana awal 5,3% dalam APBN 2017. Salah satu alasannya adalah penurunan daya beli masih terjadi. Banyak indikator yang mencerminkan penurunan daya beli, mulai dari rendahnya inflasi karena permintaan agregat turun, penjualan kendaraan bermotor lesu, sampai pertumbuhan kredit yang rendah.
Di saat ekonomi sedang mengalami perlambatan, Pemerintah mengeluarkan aneka kebijakan, baik fiskal maupun moneter sebagai stimulus. Sayangnya baik dari sisi fiskal maupun moneter nampaknya stimulus yang diberikan belum efektif. Pemotongan anggaran belanja Pemerintah yang cukup besar jelas berdampak pada kemampuan Pemerintah menggerakan perekonomian. Porsi konsumsi Pemerintah yang sebesar 9,44% terhadap PDB di triwulan ke-2 diprediksi akan mengalami penurunan. Artinya belanja Pemerintah sebagai stimulus ekonomi tidak bisa diharapkan.
Sementara itu dari sisi moneter, kebijakan penurunan suku bunga hasilnya masih terbatas. Transmisi penurunan suku bunga lebih berpengaruh ke sisi bunga deposito dibandingkan bunga kredit. Walaupun BI telah memangkas lebih dari 100 basis poin sejak akhir 2015 lalu. Nyatanya harapan menurunkan bunga kredit untuk memacu pertumbuhan ekonomi masih jauh dari harapan.
Jalan lain yang bisa ditempuh adalah stimulus kenaikan upah. Pemerintah perlu menimbang peningkatan upah minimum diatas inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Tujuannya untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Konsumsi rumah tangga menempati posisi tertinggi terhadap perekonomian yaitu 55,2% terhadap porsi PDB. Peningkatan upah diatas formulasi PP 78/2015 akan meningkatkan konsumsi. Efeknya permintaan barang secara umum akan naik, dan industri diharapkan kembali pulih dan tumbuh diatas 5%.
Kebijakan kenaikan upah minimum juga dilakukan di negara-negara lain misalnya Amerika Serikat dan Brazil saat ekonomi mengalami kelesuan. Sekali lagi, tujuannya adalah stimulus ekonomi. Ujungnya baik pengusaha dan buruh sama-sama mendapatkan manfaat dari kenaikan upah minimum ini.
Sumber : http://www.neraca.co.id/